Perasaan ku Bergerumuh. Riuh tek
karuan. Bahkan seluruh persendianku lemas. Keta yang ku pikirkan sedari tadi
itu membuka ruang sadar dari matinya jiwaku. Kata itu memenuhi otakku setelah
aku melihat dengan lensamata ini sendiri. Kematian.
Satu, dua, tiga, hari yang lalu
atau semasa hidupku tak pernah ku pedulikan kata kematian. Tak peduli
bgaimandan kapan karena memang tak ada yan tahu. Bagiku kematian hanyalah
sebuah fase biasa di dunia ini. Hidup, lahir, dan mati. Semua itu terjadi secara
berurutan. Tak pandang usia ras dan golongan, semuanya akan mengalami kamatian.
Itu yang aku tahu.
Entah mengapa setelah menghadiri
pemakaman rekan kerjaku dan melihat sakaratul mautnya, hatiku miris memikirkan
kematian. Mengigngat kejadian yang menohok keras kesadarankuyang terlelapdan
bahkan mati. Begitu keras sampai kini aku benar-benar terjaga dari
lelapnyakejahilan.
Lalu, pikiranku buram tentang
kematian. Aku tak megenalibagaimanantinya aku. Semasa hidup ku tak pernah ku
mencoba tahu tentangnya. Untuk apa memikirkan maut jika segala kemewahan
menahanku di dunia? Itu pikirku dulu. Dan itu pikiran yang menjerumuskanku
sekarang.
Penat dan lelahmemikirkan ajal
itu. Semua karena kejahilan yang ku pilih. Melupakan Tuhan Sang Pemilik
Kehidupan.Tuhan. Sepertinya sudah lama kata itu lenyap dari hidupku.Bukan
seketika tapi sengaja perlahan dilupakan,lebur oleh nafsu. Lalu masihkah aku
diizinkan kembali, setelah sekian lam aku pergi dari-Nya?
Kuputar memori peristiwa
sakaratulmaut rekan kerjaku tadi siang. Terlihat begitu manyakitkan. Seperti
menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota tubuh. Dicabik dan ditarik
seluruh persendian, setiap urat nadi dan saraf. Malaikat seperti menarik paksa
dan melepaskan roh dari raga yang masih cinta dunia. Nafas tersenggalserasa
hilang dan muncul hembusan terakhir yang begitu menyakitkan.
***
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas pesan dan saran agan bloger semuanya, mohon tidak membuat komentar yang bersifat sara, pornografi,kotor dan kata-kata yang tidak sopan ...
(\(\
(='_')
|><|